Foto: Penyerahan Hadiah Juara Lomba Menulis Esai Populer oleh Ny. Asti Laka Lena, Ketua TP PKK Probinsi NTT, Sabtu 30 Agustus 2025 di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT.
Opini :
Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, menyimpan kisah menarik tentang wajah kemerdekaan Indonesia yang bersumber dari akar budaya. Dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-80 tahun 2025, tema nasional “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju” menemukan maknanya secara nyata melalui kiprah perempuan kepala desa di tanah adat Wesei-Wehali. Di wilayah ini, kemerdekaan bukan sekadar narasi besar, tetapi berwujud nyata dalam peran dan kehadiran perempuan dalam kepemimpinan komunitas.
Saat Indonesia merayakan delapan dekade kemerdekaannya, makna “merdeka” telah bergeser: bukan lagi hanya pembebasan dari kolonialisme, tetapi pembebasan dalam bentuk partisipasi aktif semua warga negara, termasuk perempuan, dalam ruang publik. Di Malaka, kemerdekaan perempuan terlihat jelas mereka bebas menentukan pilihan hidup, berkontribusi dalam pembangunan desa, dan diakui kemampuannya dalam memimpin masyarakat.
Warisan Budaya yang Mengangkat Perempuan
Masyarakat Malaka menganut sistem budaya Wesei-Wehali, salah satu dari sedikit budaya matrilineal di Indonesia. Dalam sistem ini, garis keturunan ditarik dari pihak ibu. Perempuan memegang posisi penting, baik sebagai pemilik hak waris maupun sebagai pelaksana upacara adat. Posisi ini mengangkat perempuan bukan sekadar sebagai pengiring laki-laki, tetapi sebagai penentu arah dalam keputusan sosial dan budaya.
Struktur sosial ini memberi legitimasi bagi perempuan untuk tampil dalam ranah kepemimpinan formal seperti kepala desa. Maka, bagi perempuan Malaka, menjadi pemimpin bukan tindakan melawan tradisi, melainkan melanjutkan amanah adat dengan pendekatan yang konstitusional.
Dari Adat ke Demokrasi: Kepala Desa Perempuan Semakin Meningkat
Di tengah struktur demokrasi formal yang berlaku secara nasional, Kabupaten Malaka menunjukkan transformasi menarik: bagaimana warisan budaya adat dapat menjadi jembatan menuju partisipasi politik perempuan yang lebih inklusif. Perempuan kepala desa di Malaka bukan hanya pengecualian, mereka adalah hasil dari proses sosial yang tumbuh secara organik dari bawah.
Kabupaten Malaka menunjukkan contoh menarik tentang bagaimana nilai-nilai adat yang berpihak pada perempuan dapat memperkuat praktik demokrasi. Perempuan kepala desa di Malaka bukan pengecualian, tetapi hasil dari proses sosial yang berkembang alami, dari bawah ke atas. Budaya yang memberi ruang, ditambah pengalaman perempuan dalam organisasi sosial seperti di desa, memperkuat kepercayaan publik terhadap mereka.
Perempuan sebagai figur yang sabar, dekat dengan rakyat, dan fokus pada hal-hal esensial seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rumah tangga. Perempuan pemimpin juga dianggap lebih inklusif dan komunikatif, menjadikan mereka sangat efektif dalam membangun harmoni dan partisipasi warga.
Hasil Pilkades 2023–2029 menunjukkan bahwa dari 119 kepala desa yang dilantik, 19 di antaranya adalah perempuan. Hingga Juli 2025, total 127 desa di Kabupaten Malaka tercatat 18 kepala desa perempuan definitif dan 2 penjabat kepala desa perempuan. Ini adalah angka signifikan yang mencerminkan transformasi kepemimpinan desa di Malaka.
Makna Tema HUT RI 2025: Hidup di Desa-Desa Malaka
Tahun ini, Indonesia merayakan HUT kemerdekaan ke-80 dengan tema: “Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju.” Di Malaka, tema ini bukan sekadar slogan, tetapi hidup dalam realitas sosial masyarakatnya. Empat pilar tema nasional tahun ini benar-benar terasa dalam kepemimpinan perempuan di Malaka dengan uraian relevansi dan implikasinya sebagai berikut:
Bersatu: Perempuan kepala desa di Malaka adalah simbol persatuan antara nilai adat dan demokrasi. Mereka menjembatani generasi, menghubungkan komunitas adat dengan arah pembangunan negara. Perempuan pemimpin menyatukan nilai adat dan demokrasi dalam praktik kepemimpinan sehari-hari. Mereka menjadi penghubung generasi, penjaga harmoni sosial, dan juru damai dalam banyak konflik desa.
Berdaulat: Kepala desa perempuan menjalankan mandat rakyat secara sah dan demokratis. Kedaulatan rakyat terwujud melalui mereka yang memimpin dengan hati, mengutamakan musyawarah dan empati, bukan dominasi. Kepala desa perempuan di Malaka telah membuktikan bahwa kedaulatan rakyat tidak butuh simbol besar cukup sebuah meja bundar, secangkir kopi, dan seorang ibu yang mau mendengar.
Rakyat Sejahtera: Perempuan pemimpin desa membawa pendekatan yang kuat pada isu kesejahteraan sosial: pendidikan anak, kesehatan ibu dan balita, penguatan UMKM, serta pengelolaan dana desa yang transparan. Kesejahteraan rakyat bukan sekadar angka statistik di pusat data. Ia hidup dan terasa di desa ketika anak sehat, ibu berdaya, Kepemimpinan perempuan membawa dampak langsung bagi kesejahteraan warga. Mereka memprioritaskan akses layanan dasar, pengelolaan dana desa secara transparan, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Indonesia Maju: Perempuan desa Malaka membuktikan bahwa kemajuan Indonesia tidak hanya datang dari kota besar, tetapi juga dari pelosok, dari perempuan adat, dan dari desa. Ketika perempuan diberi ruang, Indonesia tumbuh lebih adil dan inklusif. Dengan nilai budaya Wesei-Wehali yang menghargai perempuan, serta kepemimpinan yang jujur, solutif, dan berorientasi sosial, para kepala desa perempuan di Malaka sedang membangun Indonesia dari tepi dengan tangan yang hangat, mata yang peka, dan hati yang kuat. Mereka adalah wajah Indonesia Maju bukan karena kekuatan otot atau simbol kuasa, tapi karena keberanian untuk merawat, membimbing, dan menghidupkan harapan dari desa.
Tantangan dan Harapan
Meskipun kemajuan signifikan telah tercapai, tantangan tetap ada. Beberapa kepala desa perempuan masih menghadapi:
• Stigma bahwa perempuan kurang tegas dalam memimpin,
• Minimnya pelatihan dan akses informasi terkait tata kelola pemerintahan,
• Beban ganda sebagai ibu rumah tangga sekaligus pemimpin publik,
• Keterbatasan representasi dalam forum pengambilan keputusan di tingkat kabupaten dan provinsi.
Namun di balik itu, harapan tumbuh kuat. Budaya Wesei-Wehali menjadi kekuatan sosial yang mendukung legitimasi perempuan dalam kepemimpinan. Kepala desa perempuan hari ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terlibat aktif dalam pembangunan, dan untuk memperjuangkan ruang publik yang lebih adil.
Dengan peningkatan perhatian dari pemerintah, lembaga donor, dan organisasi masyarakat sipil, program pelatihan dan penguatan kapasitas kepemimpinan berbasis gender mulai dikembangkan. Hal ini menjadi fondasi ekosistem dukungan yang penting untuk menjaga keberlanjutan peran perempuan di tingkat desa.
Menuju Indonesia Emas 2045
Dalam kerangka Indonesia Emas 2045, pengalaman Malaka menjadi preseden penting bahwa kemajuan bangsa tidak bisa dicapai tanpa desa yang kuat, dan desa tidak akan kuat tanpa keadilan dan kesetaraan. Kepemimpinan perempuan desa adalah katalisator bagi kemajuan Indonesia yang inklusif dan berakar pada kearifan lokal.
PKK Provinsi NTT berpeluang besar menjadi aktor utama dalam mendorong kepemimpinan perempuan di akar rumput, terutama melalui penguatan nilai lokal dan strategi pemberdayaan yang terstruktur. Pengalaman perempuan kepala desa di Malaka menjadi cermin bahwa ketika perempuan diberi ruang dan dukungan sistemik, maka pembangunan desa akan lebih inklusif, berkeadilan, dan berdaya tahan tinggi. Rekomendasi ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi PKK Provinsi NTT dalam menyusun program kerja yang lebih transformatif menuju Indonesia Emas 2045.
_Catatan:
_Karya Ini masuk dalam Nominasi Juara Lomba Menulis Esai Populer Tingkat Provinsi NTT Tahun 2025.