Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan —
Dugaan penganiayaan terhadap seorang warga lanjut usia di Pulau Badi kembali mencuat ke publik. Korban, Adam (60), melaporkan Jaya (37) atas dugaan pelanggaran Pasal 351 KUHP ke Polres Pangkep melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/118/IV/SPKT/POLRES PANGKEP.
Peristiwa terakhir terjadi pada Rabu, 2 April 2025. Menurut keterangan korban, saat itu ia sedang duduk di pinggir jalan bersama sejumlah warga sambil menggunakan ponsel. Tiba-tiba, pelaku datang, merebut ponselnya, melemparkannya ke tembok, lalu memukul dada korban hingga membuatnya sesak napas.
Bukan Kejadian Pertama
Adam mengaku, ini bukan kali pertama ia mengalami kekerasan dari pelaku. Sebelumnya, kasus serupa pernah terjadi dan diselesaikan secara damai dengan mediasi oleh Binmas Polsek Balang Lompo dan kepala desa setempat. Namun, tindakan kekerasan kembali terulang.
Perdamaian Dipertanyakan
Surat perdamaian yang dibuat saat mediasi sebelumnya kini disorot. Polsek Balang Lompo sendiri belakangan menyatakan bahwa dokumen tersebut tidak sah atau “buta hukum”. Hal ini memunculkan pertanyaan serius publik mengenai prosedur dan kewenangan aparat dalam menangani kasus kekerasan domestik.
Korban juga mengungkap bahwa oknum Binmas sempat menyampaikan komentar yang terkesan meremehkan laporannya. “Melapor maki, ndak ada ji apa-apanya wartawan nu,” tutur Adam, menirukan ucapan aparat.
Saksi Enggan Bicara
Korban menyebut bahwa kejadian tersebut disaksikan oleh beberapa warga. Namun, tidak ada yang berani menjadi saksi karena pelaku merupakan keponakan kepala desa. “Banyak ji dek, cuma takut semua jadi saksi,” ujar Adam.
Penjelasan Penyidik
Penyidik Polres Pangkep membenarkan bahwa proses hukum mengalami hambatan akibat tidak adanya saksi yang bersedia memberikan keterangan.
“Kami sudah tindak lanjuti laporan Pak Adam, sudah kami periksa, dan mengirim undangan klarifikasi kepada saksi yang disebutkan, namun sampai saat ini tidak ada yang hadir,” kata penyidik.
Menjawab pertanyaan media tentang kemungkinan memproses perkara tanpa saksi mata berdasarkan hasil visum dan pengakuan pelaku, penyidik menjawab:
“Harus ada saksi. Kejadian pertama menurut Pak Adam sudah diselesaikan secara damai. Kalau ada saksi lain yang bersedia hadir, akan lebih bagus. Yang sebelumnya diajukan tidak ada yang mau hadir.”
Kritik terhadap Penegakan Hukum
Pernyataan tersebut menuai kritik dari sejumlah pemerhati hukum. Mereka menilai, jika aparat hanya bergantung pada saksi yang enggan tampil karena tekanan sosial, maka proses hukum bisa lumpuh.
“Kalau logikanya begitu, bahkan pembunuhan pun bisa tidak diproses karena tidak ada saksi. Padahal, Pasal 184 KUHAP menyebutkan bahwa alat bukti sah tidak hanya keterangan saksi, tapi juga visum, surat, pengakuan pelaku, dan petunjuk,” tegas salah satu pengamat hukum.
Harapan Keluarga Korban
Masyarakat Pulau Badi dan keluarga korban kini menanti sikap tegas dari Polres Pangkep. Mereka berharap hukum ditegakkan tanpa pandang bulu dan tidak ada lagi intimidasi terhadap warga.
“Kami mohon perhatian dari Bapak Kapolda Sulawesi Selatan dan Bapak Kapolri agar kasus ini ditindaklanjuti. Jangan ada lagi oknum yang bermain-main dalam proses penegakan hukum,” tutup pihak keluarga.
#PEWARTA : GIBRAN SULSEL