Lebak –
Komisi III DPRD Kabupaten Lebak berencana memanggil semua pihak terkait dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh restoran cepat saji Mie Gacoan di Rangkasbitung. Sorotan tajam mengarah pada dugaan izin usaha yang belum lengkap, pembayaran upah di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), serta indikasi praktik pengelakan pajak.
Seorang karyawan dengan inisial IM mengungkapkan bahwa upah yang diterimanya jauh di bawah UMK Lebak yang mencapai Rp3,1 juta, hanya bersih sekitar Rp700 ribu setelah dipotong berbagai biaya. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan, yang melarang pengusaha membayar upah di bawah standar minimum.
Selain itu, aktivis dari Baralak Nusantara juga menyoroti dugaan pelanggaran izin bangunan dan pengelolaan pajak oleh Mie Gacoan. Dari bukti struk pembelian yang tidak mencantumkan pajak resmi, mereka menduga restoran tersebut beroperasi tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang wajib sesuai UU No. 28/2002 dan PP No. 16/2021. Bangunan Mie Gacoan juga diduga melanggar aturan sempadan sungai, karena berdiri terlalu dekat dengan Sungai Ciujung tanpa izin yang jelas.
Aktivis perempuan Nofi Agustina menyatakan, “Mi Gacoan berdiri di atas fondasi pelanggaran yang serius dan menunjukkan praktik kapitalisme yang mengorbankan hak pekerja dan aturan negara.”
Dalam aksi protes yang berlangsung di kantor DPRD, aktivis mendesak Komisi III untuk segera bertindak. Ketua Komisi III, Junaedi, memimpin dialog selama tiga jam dengan para aktivis dan berjanji akan melakukan inspeksi mendadak, memanggil pihak perusahaan, serta menggelar rapat dengar pendapat (RDP).
Namun, kritik keras muncul dari Relawan Pembela Masyarakat (RPM) yang mempertanyakan keberanian DPRD menembus dinding kepentingan tertentu yang diduga melindungi Mie Gacoan. “Bagaimana mungkin usaha sebesar ini beroperasi tanpa izin lengkap dan membayar upah di bawah standar, jika tidak ada restu dari pejabat berpengaruh?” ungkap Aji, ketua RPM.
Kasus ini tidak hanya mengungkap pelanggaran administratif dan ketenagakerjaan, tetapi juga mencerminkan lemahnya tata kelola pemerintahan daerah. Publik menunggu langkah nyata DPRD Lebak dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, serta memastikan hak pekerja dan kepatuhan hukum dijunjung tinggi.
Editor : HKz