KUPANG, – DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) akhirnya buka suara merespons gelombang kritik publik terkait besaran tunjangan transportasi dan perumahan anggota dewan yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 22 Tahun 2025.
Ketua DPRD NTT, Emilia Nomleni, dalam konferensi pers di Kupang, Sabtu (6/9/2025), menyampaikan apresiasi atas sorotan media dan masyarakat terhadap transparansi pengelolaan keuangan publik. Ia menegaskan bahwa DPRD tidak menetapkan sendiri besaran tunjangan tersebut.
“Sebagai DPRD NTT, kami menghargai perhatian media dan masyarakat atas pemberitaan mengenai tunjangan dalam Pergub 22 Tahun 2025. Namun perlu kami tegaskan, regulasi ini merujuk pada aturan nasional dan hasil konsultasi resmi,” ujar Nomleni.
Menurutnya, ketentuan tunjangan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18, Permendagri, serta hasil survei kelayakan yang dilakukan sebelum Pergub diterbitkan. Seluruh proses, kata dia, telah dikonsultasikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah.
Tanggapan Atas Kritik: “Bukan Soal Gaya Hidup, Ini Soal Beban Tugas”
Menanggapi kritik bahwa tunjangan dianggap mencederai perasaan masyarakat yang sedang kesulitan secara ekonomi, Nomleni membantah keras.
“Tunjangan ini bukan bentuk pengkhianatan terhadap kesulitan rakyat, melainkan mencerminkan besarnya tanggung jawab politik yang dipikul anggota dewan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa tunjangan bukan hanya soal kesejahteraan pribadi, tetapi bagian dari dukungan operasional dalam menjalankan fungsi legislatif dan representasi rakyat di berbagai wilayah terpencil di NTT.
Soal Transportasi: “Tak Bisa Dinilai Hanya dari Jarak Rumah ke Kantor”
Sorotan terhadap tunjangan transportasi yang dinilai terlalu tinggi juga dijawab Nomleni. Ia meminta publik melihat mobilitas anggota dewan secara utuh, bukan hanya dari tempat tinggal ke kantor DPRD di Kota Kupang.
“Perjalanan dinas hanya membiayai anggota sampai ke pusat kabupaten. Untuk menjangkau desa-desa pelosok, biayanya kerap ditanggung sendiri oleh anggota,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa tugas menyerap aspirasi masyarakat di NTT seringkali melibatkan medan yang sulit dijangkau dan memerlukan anggaran mobilitas tambahan.
Pendapatan Layak Sebagai Upaya Antikorupsi
Lebih jauh, Nomleni menyebut pemberian tunjangan yang proporsional juga merupakan bagian dari strategi pencegahan praktik korupsi di lingkungan legislatif.
“Pendapatan yang layak dapat mencegah penyimpangan. Ini adalah bagian dari tanggung jawab bersama sebagai penyelenggara pemerintahan bersama gubernur,” katanya.
DPRD Siap Berdialog, Terbuka pada Kritik Publik
Nomleni menegaskan bahwa DPRD NTT tidak menutup diri terhadap kritik dan masukan dari berbagai pihak.
“Kami terbuka untuk berdialog, mendengarkan masukan dari masyarakat, media, dan semua pihak demi menemukan solusi terbaik yang berpihak pada rakyat,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Nomleni menyampaikan terima kasih kepada insan pers yang terus mengawasi jalannya pemerintahan sebagai perpanjangan suara publik.
“Kami senantiasa berdiri bersama rakyat, mendengarkan suara mereka, dan bekerja demi kemaslahatan bersama,” tutupnya.
Editor : Boni Atolan