banner 728x250

Braistorming PON 2028: Ketika Olahraga Menyatu dengan Budaya

banner 120x600
banner 468x60

Kalabahi, Alor —

Teriknya matahari di Lapangan Mini Kota Kalabahi tak menyurutkan semangat para petinju yang datang dari berbagai penjuru Nusa Tenggara Timur. Sorak sorai penonton menyatu dengan irama budaya lokal yang mengalun dari panggung hiburan, menciptakan atmosfer unik—sebuah kolaborasi apik antara olahraga dan kekayaan budaya. Inilah wajah baru dari strategi Braistorming Sukses PON 2028, yang salah satu pilarnya adalah “Sukses Pariwisata dan Budaya”.

banner 325x300

Dalam rangka menyukseskan PON XXI tahun 2028 yang akan digelar di wilayah Nusa Tenggara, Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) terus menggelar berbagai kegiatan yang mendukung pengembangan potensi lokal. Salah satu gebrakan terbaru adalah Open Tournament Tinju Piala Gubernur Tahun 2025 yang dilangsungkan di Kabupaten Alor, tepatnya di lapangan mini Kalabahi.

Sekretaris Dispora NTT, Karel Muskanan, S.Sos., M.Si., menyebut ajang ini bukan hanya soal mengejar prestasi, tapi juga medium promosi pariwisata dan budaya lokal.

“Kegiatan ini adalah bagian dari Braistorming Sukses PON 2028. Kita ingin PON tidak hanya sukses secara teknis penyelenggaraan, tapi juga menjadi momentum kebangkitan ekonomi lokal lewat pariwisata dan budaya,” ujar Karel.

Dari Ring Kalabahi, Lahir Para Srikandi Tinju NTT

Salah satu sorotan dalam turnamen ini adalah penampilan para atlet wanita yang menunjukkan kelasnya di atas ring. Mereka bukan hanya membawa pulang medali, tapi juga menjadi wajah baru olahraga tinju NTT yang kian diperhitungkan.

Berikut adalah para juara yang mengharumkan nama daerah:

1. Lomiana Nyanyi – Peraih medali emas di kelas 54 kg elite women. Penampilannya yang agresif dan teknik bertahannya yang rapi membuatnya sulit dikalahkan.

2. Rahel Kahi Timba – Menggondol medali emas di kelas 63,5 kg elite women. Dikenal sebagai “Si Petarung Sunyi” karena gaya bertandingnya yang tenang namun mematikan.

3. Deminika Asnat Bayo – Menjuarai kelas 66 kg elite women dan meraih medali emas. Daya tahan fisik dan stamina luar biasa menjadi keunggulannya.

4. Dian Resita Kineheda – Menyabet medali perunggu di kelas 57 kg elite women. Meski belum emas, perjuangannya mencuri perhatian dan mendapat apresiasi tinggi dari penonton.

Keempat atlet ini menjadi inspirasi baru bagi generasi muda Alor, khususnya perempuan, bahwa olahraga bukan hanya milik pria dan bahwa prestasi bisa diraih dari daerah terpencil sekalipun.

Tinju, Tari, dan Tradisi di Kalabahi

Yang membuat turnamen ini lebih dari sekadar kompetisi olahraga adalah kehadiran berbagai atraksi budaya yang digelar di sela-sela pertandingan. Penampilan tarian tradisional Alor, pameran tenun ikat, serta kuliner khas daerah turut memeriahkan suasana. Para penonton yang datang bukan hanya disuguhi adu fisik para atlet, tapi juga diajak menyelami kekayaan budaya Alor.

Bagi para wisatawan yang datang, turnamen ini menjadi ‘pintu masuk’ untuk menjelajah lebih jauh—dari Desa Takpala yang terkenal dengan rumah adat dan budaya Abui, hingga menyelam di perairan Pantar yang masuk dalam daftar salah satu spot diving terbaik dunia.

“Kalau dulu orang datang ke Alor untuk menyelam, sekarang mereka juga datang untuk menonton tinju dan menikmati budaya lokal. Ini bentuk promosi yang efektif dan menyenangkan,” tambah Karel Muskanan.

Membumikan Semangat PON 2028

Apa yang dilakukan Dispora NTT ini merupakan bentuk implementasi konkret dari semangat PON 2028. Tidak hanya fokus pada sisi olahraga semata, tapi juga menjadikan event-event pra-PON sebagai ajang promosi destinasi wisata dan pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat.

Turnamen tinju ini menjadi bukti bahwa jika dikelola dengan baik, olahraga bisa bersinergi dengan pariwisata dan budaya. Ini adalah langkah nyata menjadikan NTT bukan sekadar tuan rumah PON, tapi juga pusat perhatian nasional dalam berbagai aspek.

Penutup: Dari Ring ke Dunia

Open Tournament Tinju Piala Gubernur di Kalabahi adalah awal dari sesuatu yang besar. Atlet-atlet berprestasi, budaya yang hidup, dan alam yang menakjubkan—semuanya bersatu dalam satu panggung. Jika ini terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Alor akan dikenal dunia bukan hanya karena lautnya yang biru, tapi juga karena semangat juangnya yang menyala di atas ring.

PON 2028 bukan sekadar pesta olahraga. Ia adalah panggung peradaban.

Penulis/Editor : Boni Atolan

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *