banner 728x250

Terdakwa Kasus Korupsi ADD Padangsidimpuan Ungkap Dugaan Intervensi dan Kejanggalan Proses Hukum dalam Pledoi

banner 120x600
banner 468x60

Medan –

Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi alokasi dana desa (ADD) Kota Padangsidimpuan kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Medan dengan mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Padangsidimpuan, Ismail Fahmi Siregar, sebagai terdakwa. Dalam nota pembelaan (pledoi) yang disampaikan Selasa (10/9/2025), terdakwa mengungkap sejumlah kejanggalan dan dugaan intervensi dalam proses hukum yang menjeratnya.

banner 325x300

Ismail Fahmi Siregar menyatakan bahwa uang sebesar Rp 500 juta yang disebut jaksa sebagai hasil korupsi ADD bukanlah untuk kepentingan pribadinya, melainkan atas permintaan pejabat terkait dalam pemerintahan Kota Padangsidimpuan. Uang tersebut diklaim sebagai titipan yang disalurkan melalui kepala desa berdasarkan arahan dari pejabat di kejaksaan dan pejabat kota.

Dalam pledoinya, Ismail juga menyebut sejumlah pejabat Pemko Padangsidimpuan yang diduga menerima aliran dana tersebut, mulai dari Wakil Walikota, Sekretaris Daerah, hingga camat dan pejabat lain dengan jumlah bervariasi.

Terdakwa mengungkap bahwa dalam proses penyidikan, terdapat tekanan dari penyidik untuk mengubah keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terkait penyerahan uang kepada oknum jaksa. Selain itu, janji tuntutan ringan yang diberikan penyidik tidak ditepati dalam proses tuntutan, di mana jaksa justru menuntut Ismail dengan hukuman pidana penjara lebih dari enam tahun dan denda satu miliar rupiah.

Ismail juga menyoroti lemahnya bukti kerugian negara yang dijadikan dasar tuntutan. Audit yang menjadi acuan dianggap tidak memenuhi standar karena hanya berdasarkan pengakuan kepala desa tanpa adanya bukti kerugian nyata (actual loss). Selain itu, sejumlah saksi kunci yang dapat memperjelas aliran dana tidak dihadirkan dalam persidangan.

Menanggapi dugaan tersebut, terdakwa berencana melaporkan penyimpangan dalam penanganan perkara ini kepada Jaksa Agung. Ia menilai bahwa proses hukum yang berjalan lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi oknum penegak hukum, sehingga tidak memenuhi prinsip keadilan.

Pada akhirnya, Ismail Fahmi Siregar meminta majelis hakim untuk membebaskan dirinya dari seluruh tuntutan atau setidaknya menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan fakta persidangan.

 

( Tim media)


 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *