banner 728x250

Banjir Batam: Alarm Serius bagi Tata Kelola Drainase Perkotaan Oleh : Sebastian Un Koes – Wartawan , Tinggal di Batam

banner 120x600
banner 468x60

Opini :

Banjir yang kembali melanda kawasan Pasir Putih – Bengkong pada Kamis (28/8/2025) menambah panjang daftar titik rawan genangan di Kota Batam. Setiap kali hujan deras turun, kawasan ini nyaris pasti tergenang air, menghambat lalu lintas dan merugikan masyarakat. Fenomena ini bukan sekadar musibah alam, melainkan cerminan lemahnya sistem pengelolaan drainase di kota industri sekaligus pintu gerbang Indonesia ini.

banner 325x300

Persoalan Klasik Drainase

Batam adalah kota dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang sangat pesat. Kawasan perumahan, pusat bisnis, hingga jalan-jalan utama terus bertambah. Namun, sistem drainase tidak diperluas atau diperbaiki seiring percepatan pembangunan tersebut. Akibatnya, saluran air tidak mampu menampung debit hujan, terutama ketika curah hujan tinggi.

Kasus di jembatan Pasir Putih menuju Bundaran Lytech menjadi contoh nyata. Genangan setinggi betis orang dewasa jelas bukan hal yang wajar untuk sebuah kota modern. Apalagi, kondisi serupa juga kerap terjadi di titik-titik lain seperti Batu Aji, Tiban, Nagoya, hingga kawasan Muka Kuning.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Banjir bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi. Kendaraan mogok, keterlambatan mobilitas pekerja industri, hingga potensi kerusakan infrastruktur jalan menjadi konsekuensi yang harus ditanggung warga. Lebih dari itu, banjir berulang juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kota yang seharusnya hadir dengan solusi konkret.

Upaya dan Solusi yang Ditawarkan

Pemerintah Kota Batam perlu memandang banjir sebagai masalah serius, bukan sekadar genangan musiman. Ada beberapa langkah strategis yang mendesak dilakukan:

1. Revitalisasi Drainase Kota
Drainase lama perlu diperlebar dan didesain ulang sesuai kondisi terkini. Normalisasi saluran air harus dilakukan secara menyeluruh, bukan parsial.

2. Pemetaan Titik Rawan Banjir
Pemerintah perlu merilis peta resmi daerah rawan banjir, misalnya Pasir Putih, Batu Aji, Tiban, Muka Kuning, dan lainnya. Peta ini penting sebagai acuan perencanaan pembangunan ke depan.

3. Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Banyak kawasan resapan berubah menjadi perumahan atau kawasan komersial. Regulasi tata ruang harus ditegakkan agar tidak semakin memperparah persoalan limpasan air.

4. Kolaborasi dengan Masyarakat dan Swasta
Mengingat Batam adalah kota industri, pihak swasta seperti pengembang perumahan dan kawasan industri juga harus diwajibkan memiliki sistem drainase internal yang memadai dan terhubung dengan saluran kota.

5. Penerapan Solusi Hijau (Green Infrastructure)
Pembangunan taman kota, sumur resapan, biopori, hingga ruang terbuka hijau bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi limpasan air hujan.

Belajar dari Kawasan Lain di Batam

Jika Pasir Putih-Bengkong menjadi langganan banjir karena jembatan rendah dan drainase dangkal, maka Batu Aji dan Tiban menghadapi persoalan genangan akibat padatnya permukiman dan buruknya saluran air. Di kawasan industri Muka Kuning, banjir sering muncul karena minimnya area resapan akibat dominasi kawasan pabrik dan gudang.

Kesamaan dari semua kasus ini adalah: banjir terjadi bukan karena hujan semata, tetapi karena sistem drainase tidak sejalan dengan laju pembangunan.

Penutup

Banjir di Batam adalah peringatan keras bahwa pembangunan kota harus seimbang dengan pembangunan infrastruktur dasar. Tanpa perencanaan matang, Batam berisiko berubah menjadi “kota genangan” setiap musim hujan. Masyarakat sudah cukup lelah menghadapi banjir tahunan. Kini, saatnya pemerintah kota beralih dari retorika ke tindakan nyata. !!

 

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *