banner 728x250

Pati Memegang “Koendji” Demokrasi: Menakar Legitimasi di Tengah Kegaduhan Publik 

Penulis: Randa Fikri Anugrah Mahasiswa UIN Mahmud Yunus Batusangkar

banner 120x600
banner 468x60

Opini :

Pati hari ini bukan sekadar nama daerah; ia adalah laboratorium demokrasi yang tengah diuji oleh tekanan publik. Ketika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati memutuskan menggulirkan hak angket dan membentuk panitia khusus untuk menelisik kinerja Bupati Sudewo, langkah itu mencerminkan respons institusi terhadap kegaduhan yang merembet dari jalanan ke ruang sidang. Tindakan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan upaya nyata menyeimbangkan janji publik dengan praktik pemerintahan yang nyata.

banner 325x300

Kericuhan massa, pelemparan benda, hingga pendudukan gedung DPRD adalah alarm yang menandai jurang antara harapan warga dan keputusan eksekutif. Persoalan substantif mulai dari pengisian direktur rumah sakit hingga pergeseran anggaran dan kontroversi PBB menunjukkan kegagalan tata kelola yang membuat masyarakat mempertanyakan: untuk siapa sebenarnya pemerintahan bekerja?

Yang menarik, dukungan lintas fraksi termasuk partai pengusung Bupati menunjukkan dua kemungkinan. Pertama, politik lokal kembali pada jalur institusional, memanfaatkan hak angket sebagai alat pengawasan berbasis bukti. Kedua, risiko politisasi yang mengubah proses hukum menjadi arena balas dendam. Jalan pertama, jika dijalankan dengan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan perlindungan hukum, akan mengembalikan kepercayaan publik. Jalan kedua justru memperburuk citra demokrasi lokal.

Koendji—“kunci” yang dimiliki Pati hari ini—bukan untuk menutup, tetapi membuka. Membuka kotak hitam kebijakan, membuka mekanisme penganggaran, membuka dokumen dan keputusan yang selama ini tertutup. DPRD memegang kunci untuk menegakkan akuntabilitas; eksekutif harus menegaskan legitimasi melalui pelayanan, bukan retorika. Media dan masyarakat sipil memiliki peran untuk mengawal transparansi setiap tahap pansus, memastikan proses bukan sekadar pertunjukan politik.

Demokrasi lokal bukan hanya soal siapa yang menang dalam pilkada, tapi soal siapa yang berani membuka kotak kebijakan ketika rakyat menuntut jawaban. Jika pansus berjalan adil dan transparan, Pati bukan hanya menyelesaikan persoalan lokal, ia menjadi simbol bagi daerah lain dalam memulihkan kepercayaan publik. Saat ini, Pati memegang kunci—Koendji—untuk menegakkan akuntabilitas dan membuktikan bahwa demokrasi bukan sekadar kata, tetapi praktik yang nyata. **

 

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *