Medan — Meningkatnya keresahan publik atas aksi geng motor dan kenakalan remaja mendorong Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Warga Peduli Sekitar (Wa Pesek) Kota Medan menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Cegah Budaya Geng Motor, Anarkis, dan Kriminalitas di Kalangan Remaja Demi Mewujudkan Generasi yang Cerah.” Diskusi ini digelar Selasa (5/8) di Raja Kupi, Medan, dan dihadiri sekitar 150 orangtua.
Hadir sebagai narasumber, Direktur Komite Integrasi Anak Bangsa (KIRAB) yang juga praktisi hukum, Indra Buana Tanjung, SH, CEA, serta pendidik sekaligus Penatua, Drs. Ubahsari Purba. Kegiatan berlangsung antusias dan mendapat perhatian luas dari peserta.
Ketua DPD Wa Pesek Kota Medan, Jefri Haryuda, menekankan pentingnya peran keluarga dalam membina anak-anak, khususnya di luar jam sekolah. Menurutnya, tanggung jawab pendidikan dan pengawasan anak tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.
“Orangtua tidak boleh melepaskan tanggung jawab pengawasan hanya kepada guru. Setelah pulang sekolah, anak adalah tanggung jawab penuh keluarga,” tegas Jefri, didampingi Sekretaris DPD Wa Pesek, Dade.
Jefri juga mengimbau generasi muda untuk menjauhi lingkungan geng motor, yang menurutnya merupakan kelompok terorganisir dan terindikasi melakukan doktrin terhadap anak-anak muda untuk melakukan tindak kriminal. Ia menyebut adanya modus penggunaan anak di bawah umur dengan dalih perlindungan hukum agar terhindar dari jeratan pidana.
“Kami juga akan terus mendorong agar korban begal dan kekerasan geng motor bisa ditanggung oleh BPJS. Ini akan kami perjuangkan bersama DPRD,” tambah Jefri.
Sementara itu, Indra Buana Tanjung menyoroti bahwa fenomena geng motor bukan lagi isu lokal, melainkan persoalan nasional yang perlu penanganan bersama.
“Kepolisian tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat punya tanggung jawab yang sama dalam menjaga keamanan dan ketertiban,” katanya.
Narasumber lainnya, Drs. Ubahsari Purba, menggarisbawahi pentingnya menanamkan nilai-nilai moral dan keagamaan sejak dini, terutama melalui keluarga. Ia menyebut kebijakan sekolah lima hari yang diterapkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai langkah strategis untuk mengurangi potensi keterlibatan remaja dalam aktivitas negatif.
“Keluarga adalah komunitas utama yang membentuk karakter anak. Sekolah hanya mendampingi beberapa jam, selebihnya anak berada di luar pengawasan guru,” ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya komunikasi terbuka dalam keluarga, serta peran pendidikan agama sebagai benteng utama dalam membentuk kepribadian anak.
“Sebagai orangtua, kita harus terus berdoa dan membekali anak-anak dengan nilai-nilai luhur agar mereka terhindar dari jalan yang salah,” pungkasnya.
(TIm media)