Medan, Sumatera Utara — Skandal korupsi dana pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara terus menuai sorotan tajam. Meski Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) telah menahan empat tersangka, publik masih belum puas. Gelombang desakan agar seluruh pihak yang diduga terlibat juga diproses hukum semakin menguat, terutama setelah munculnya sederet nama baru yang disebut menerima aliran dana korupsi.
Kasus ini berawal dari proyek pengadaan APD senilai miliaran rupiah, yang kini telah menyeret sejumlah nama, termasuk pejabat struktural, pihak rekanan, bahkan seorang juru parkir yang diduga dijadikan boneka direktur oleh aktor utama di balik layar.
Empat tersangka yang telah ditetapkan yaitu:
- dr. Alwi Mujahit Hasibuan, mantan Kepala Dinkes Sumut
- dr. Aris Yudhariansyah, pejabat di Dinkes
- Robby Messa Nura, disebut sebagai penerima dana terbesar, mencapai Rp15 miliar
- Ferdinan Hamzah Siregar
Namun, fakta persidangan menunjukkan lebih dari selusin nama lain juga disebut menerima dana, namun hingga kini belum ada satupun yang menyandang status tersangka.
Daftar Penerima Dana Berdasarkan Dokumen Persidangan
Berdasarkan kesaksian dan dokumen pengadilan yang diperoleh tim media, sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana negara antara lain:
- dr. Fauzi Nasution – disebut menerima dana lebih besar dari Alwi
- dr. David Luther Lubis – sekitar Rp1,4 miliar
- PT Sadado Sejahtera Medika – Rp742 juta
- dr. Emirsyah Harahap – ratusan juta rupiah
- Ferdinan Hamzah Siregar – puluhan juta rupiah
- Hariyati SKM – Rp10 juta
- Azuarsyah Tarigan, Ruben Simanjuntak – puluhan juta rupiah
- Muhammad Suprianto – seorang juru parkir yang diduga dipinjam namanya sebagai direktur rekanan, juga diketahui aktif di salah satu ormas di Medan
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama dr. David Luther Lubis, sejumlah pejabat Dinkes lain juga disebut:
- Sri Purnamawati – Kabid SDMK & Alkes Dinkes (kini Dirut RS Haji Medan)
- Ardi Simanjuntak – penatausahaan keuangan
- Hariyati – pejabat pengadaan
- Mariko Ndruru – Wakil Direktur PT Sadado
Dugaan Tebang Pilih dan Pengamanan Nama
Muncul dugaan bahwa penanganan kasus ini tidak sepenuhnya objektif. Aktivis antikorupsi Sumut, Sofyan, SH, menyebut adanya indikasi kuat praktik “pengamanan nama” dalam proses hukum kasus ini.
“Fakta di persidangan sangat terang. Aliran dana jelas, peran masing-masing terurai, tapi hanya empat orang yang diseret? Kami menduga ada pihak-pihak yang sengaja dilindungi,” tegasnya.
Dalam sidang, terungkap bahwa total dana yang dikorupsi dari proyek senilai Rp24 miliar mencapai sekitar Rp16,4 miliar, dengan rincian:
- Alwi Mujahit – sekitar Rp1,4 miliar
- Robby Messa Nura – Rp15 miliar
Sisa Rp9 miliar lainnya masih belum jelas alirannya, yang menambah daftar pertanyaan publik atas transparansi penanganan perkara ini.
Desakan Transparansi dan Penelusuran Lanjutan
Mengingat kasus ini terjadi dalam konteks darurat pandemi, ketika negara tengah berjibaku melindungi rakyat, para pelaku justru diduga menjadikan anggaran sebagai lahan bancakan. Hal ini menimbulkan kemarahan publik yang meluas, terutama di media sosial.
Sejumlah pihak juga mendesak agar penyidik mendalami lebih jauh peran organisasi kemasyarakatan, pejabat Dinkes lainnya, serta kemungkinan keterlibatan pihak di luar struktur resmi pemerintahan.
Jika Kejatisu tidak bertindak tegas dan adil, kasus ini dikhawatirkan akan berakhir seperti banyak skandal korupsi lainnya: selesai di permukaan, namun membusuk di kedalaman.
(Tim Redaksi)