banner 728x250

Kinerja OJK Kalbar Disorot: NPL BPR Duta Niaga Capai 90%, Diduga Ada Kelalaian dan Konflik Kepentingan

banner 120x600
banner 468x60

Pontianak, Kalimantan Barat – 12 Juli 2025

Dugaan kelalaian pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalimantan Barat dalam kasus memburuknya kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Duta Niaga Pontianak kini menjadi sorotan tajam publik. Praktisi hukum Kalimantan Barat, Sobirin, S.H., dalam konferensi pers Sabtu siang di Pontianak, menilai lemahnya pengawasan OJK sebagai faktor utama di balik runtuhnya bank tersebut.

banner 325x300

Berdasarkan data, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) BPR Duta Niaga mencapai angka mengkhawatirkan—90% pada akhir Desember 2024. Ini mengindikasikan keruntuhan menyeluruh struktur keuangan bank. Namun, menurut Sobirin, OJK Kalbar tidak menunjukkan respons yang sepadan terhadap situasi kritis ini.

“Dimana fungsi pengawasan OJK? NPL 90 persen tidak mungkin tercapai dalam semalam. Ini kelalaian struktural,” tegas Sobirin.

Seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, OJK memiliki mandat pengawasan ketat terhadap institusi keuangan. Namun, pengawasan terhadap BPR Duta Niaga dinilai pasif, bahkan ketika tanda-tanda krisis telah muncul sejak tahun 2020.

Regulasi seperti POJK No. 40/POJK.03/2019, POJK No. 11/POJK.03/2016, serta SEOJK No. 14/SEOJK.03/2017 mewajibkan tindakan intensif terhadap bank dengan NPL di atas 5%. Fakta bahwa BPR Duta Niaga mencapai NPL 90% tanpa intervensi, menurut Sobirin, merupakan pelanggaran serius yang layak ditindak secara hukum.

Beberapa pejabat OJK Kalbar yang disebut memiliki tanggung jawab langsung atas lemahnya pengawasan antara lain TI (Account Officer), IR (Kepala Seksi Pengawasan), dan BR (Wakil Kepala OJK Kalbar). Ketiganya diduga tidak menjalankan mandat sesuai regulasi dan standar pengawasan perbankan.

Sorotan lain tertuju pada proses penunjukan Direktur Utama BPR Duta Niaga tahun 2023. Agus Subardi diangkat menggantikan Zulhelmi Ba’bud meski dalam kondisi kesehatan kritis dan memiliki hubungan keluarga dekat dengan pemegang saham utama, Gusti Nanang. Penunjukan ini disinyalir melanggar prinsip tata kelola bank yang diatur dalam POJK No. 27/POJK.03/2016 dan POJK No. 55/POJK.03/2016.

Anggota tim likuidasi, Soni Asril, menyatakan bahwa kehancuran bank seharusnya dapat dicegah bila OJK mengambil tindakan preventif seperti pembatasan kegiatan usaha, penggantian manajemen, atau percepatan penyelesaian kredit bermasalah sejak dini.

Ironisnya, aparat penegak hukum justru hanya menetapkan pihak internal bank sebagai tersangka, sementara peran kelalaian OJK seolah dikesampingkan.

“Banyak pelaku usaha jadi korban sistem. Ini bukan hanya krisis keuangan, tapi juga krisis pengawasan negara,” ujar Sobirin.

Kasus BPR Duta Niaga dinilai menjadi preseden buruk bagi sektor keuangan daerah dan menjadi momentum penting untuk mengevaluasi menyeluruh sistem pengawasan OJK, khususnya di daerah. Desakan agar OJK bertanggung jawab tidak hanya secara administratif, tetapi juga secara hukum—baik pidana maupun perdata—terus menguat.

Masyarakat kini menantikan langkah tegas dari lembaga hukum dan pengawas eksternal dalam mengusut skandal ini. Kepercayaan publik terhadap sistem keuangan hanya dapat dipulihkan jika regulator juga tunduk pada prinsip akuntabilitas dan transparansi.

 

Penulis: H. Sitorus
Narasumber: Sobirin, S.H.
Editor: Rabudin Muhammad
Sumber: JN//98

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *