banner 728x250

Memangnyan Lu Siapa Roy Suryo Cs, Berani Minta Presiden Joko Widodo Tunjukkan Ijazahnya? Catatan Hukum oleh Dr. Yohanes Bernando Seran, S.H., M.Hum. Alumni Pascasarjana Hukum UGM Yogyakarta

banner 120x600
banner 468x60

 

OPINI

banner 325x300

Tuduhan Roy Suryo dan kelompoknya (Cs) yang menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki ijazah asli, bahkan menyebut ijazah tersebut palsu, telah menjadi konsumsi publik yang berulang kali dipertontonkan secara luas. Namun, sampai hari ini, Roy Suryo Cs tidak pernah dapat membuktikan secara jelas dan terang bahwa ijazah tersebut palsu.

1. Asas Pembuktian dalam Hukum: Siapa Menuduh, Dia yang Harus Membuktikan

Dalam sistem hukum Indonesia, asas pembuktian yang digunakan sangat jelas: actori incumbit probatio — siapa yang menuduh, dialah yang dibebani kewajiban pembuktian. Ketentuan ini diatur dalam:

Pasal 163 HIR,

Pasal 283 RBG, dan

Pasal 1865 KUHPerdata (BW).

Dalam konteks hukum pidana, asas tersebut dikenal sebagai actori incumbit onus probandi, bagian dari prinsip differensiasi fungsional dalam proses hukum pidana (lihat: The Penal System: An Introduction oleh Michael Cavadino & James Dignan). Oleh karena itu, beban pembuktian tidak berada pada pihak yang dituduh (dalam hal ini Joko Widodo), melainkan sepenuhnya berada pada pihak yang menuduh (Roy Suryo Cs).

Hingga saat ini, Roy Suryo Cs tidak pernah mampu membuktikan klaimnya. Maka, tuduhan tersebut layak dikualifikasikan sebagai tindakan pencemaran nama baik dan/atau fitnah, yang dapat dijerat melalui proses pidana.

2. Potensi Pelanggaran Hukum Pidana dan UU ITE

Karena tuduhan-tuduhan tersebut disebarkan secara luas melalui berbagai media massa dan media sosial, maka Roy Suryo Cs bukan hanya bisa dijerat dengan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, tetapi juga dengan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang merugikan individu atau kelompok masyarakat.

Yang lebih tidak masuk akal, Roy Suryo Cs justru meminta agar Presiden Joko Widodo menunjukkan ijazah aslinya demi membuktikan tuduhan mereka. Ini jelas sesat secara logika hukum. Tidak ada dasar hukum—baik dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan—yang memberikan hak kepada pihak manapun untuk secara sepihak meminta seseorang menunjukkan dokumen keperdataannya, apalagi untuk membuktikan tuduhan sepihak yang belum berdasar.

3. Bukti yang Diperoleh Secara Ilegal Tidak Sah dalam Hukum

Roy Suryo Cs bahkan sempat memamerkan dokumen-dokumen yang diklaim sebagai ijazah Presiden, namun diperoleh dengan cara-cara yang patut diduga melanggar hukum. Dalam ilmu hukum pembuktian, bukti yang diperoleh secara tidak sah (unlawfully obtained evidence / onrechtmatig verkregen bewijs) tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini ditegaskan dalam literatur hukum pembuktian modern (lihat: Alex S. dalam Foundations of Evidence Law, Oxford University Press, 2005).

Oleh sebab itu, penggunaan dokumen ilegal untuk mendukung tuduhan liar hanya memperkuat dugaan adanya unsur pidana dalam tindakan mereka.

4. Kritik Boleh, Tapi Jangan Melecehkan dan Memfitnah

Dalam negara demokrasi, kritik terhadap pejabat publik adalah hal yang sah dan dijamin oleh konstitusi. Namun, penting untuk membedakan antara kritik yang sah dan pencemaran nama baik terhadap pribadi. Kritik berkaitan dengan jabatan dan kinerja, sedangkan pencemaran nama baik menyerang integritas pribadi dan martabat seseorang.

Meningkatnya status laporan Presiden Joko Widodo terhadap Roy Suryo Cs ke tahap penyidikan menunjukkan bahwa aparat penegak hukum melihat adanya unsur tindak pidana dalam kasus ini. Maka status tersangka bagi para pelaku tinggal menunggu waktu, sebagai konsekuensi logis dari proses hukum yang sedang berjalan.

Kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi seluruh warga negara: kebebasan berpendapat adalah hak, tetapi menyebarkan fitnah adalah tindak pidana. Hukum memberikan ruang untuk kritik yang objektif, bukan serangan pribadi yang tidak berdasar.

Karena pada akhirnya, hukum harus menjadi panglima, bukan opini liar tanpa dasar. (**)

 

 

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *