banner 728x250

KOPERASI MERAH PUTIH: DIFUSI INOVASI PENANGGULANGAN PENGANGGURAN DI KABUPATEN MALAKA (Damianus Naijes – Awardee Beasiswa Unggulan Masyarakat Berprestasi Program Doktor)

banner 120x600
banner 468x60

OPINI –

Uraian awal

banner 325x300

Pemerintah Republik Indonesia menyiapkan diri menuju Indonesia Emas tahun 2045. Salah satu program dalam implementasi cita-cita besar ini adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini merupakan salah satu langkah strategis dalam mewujudkan visi Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Raka Buming Raka. Program ini diluncurkan untuk mendukung salah satu dari delapan misi Asta Cita, yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM). Dalam pelaksanaannya, MBG bertujuan untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting di Indonesia, sekaligus mendukung tumbuh kembang anak-anak, kesehatan ibu hamil dan ibu menyusui, serta meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air.

Dalam rangka mendukung program MBG ini maka melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2025 pemerintah mengamanatkan Kegiatan pendirian Koperasi Merah Putih sebagai salah satu kelembagaan di desa yang bertugas untuk mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat desa terutama ketahanan pangan dan hewani dalam pencapaian gizi masyarakat desa.

Terdapat tujuh unit bisnis yang diwajibkan ada dalam ekosistem pembentukan Koperasi Merah Putih adalah kantor koperasi, kios pengadaan sembako, unit bisnis simpan pinjam, klinik kesehatan desa/kelurahan, apotek desa atau kelurahan, sistem pergudangan atau cold storage, dan sarana logistik.

Difusi Inovasi

Difusi Inovasi merupakan teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovations. Rogers mendefinisikan difusi sebagai proses di mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.

Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.

Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke 19 dari seorang ilmuwan Prancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership, yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.

Koperasi Merah Putih merupakan sebuah kajian mendasar tentang sebuah difusi inovasi dalam menunjang keberlanjutan kesejahteraan masyarakat di desa. Keberlanjutan kehidupan masyarakat tersebut meliputi kesejahteraan masyarakat desa, pemberdayaan masyarakat, penyerapan sumber daya manusia serta peran masyarakat dalam menentukan nasibnya sendiri.

Koperasi Merah Putih

Koperasi Merah Putih merupakan sebuah kelembagaan di desa yang diprakarsai oleh masyarakat desa (bottom up) sebagai bentuk kebersaan/kekeluargaan dalam rangka menyikapi segala persoalan di desa seperti pemberdayaan masyarakat desa untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat desa. Instruksi Presiden Republik Indonesia, dalam rangka mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) maka Koperasi Merah Putih diberi peran krusial untuk mendukung program MBG ini di desa.

Pendirian Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) di seluruh desa merupakan langkah strategis Pemerintahan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Raka Buming Raka dalam membangun ketahanan ekonomi nasional. Terdapat 80.000 Kopdes Merah Putih, diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja untuk menanggulangi pengangguran di desa, mengurangi kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan, hingga mendorong kemandirian ekonomi desa. Pemerintah bahkan merencanakan integrasi Kopdes Merah Putih dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk menunjang difusi inovasi dalam keberlanjutan kehidupan masyarakat yang sejahtera. Dengan adanya kolaborasi ini mampu menciptakan permintaan besar untuk produk dan layanan koperasi, khususnya dalam penyediaan bahan pangan di desa. Peran koperasi semakin kuat sebagai penggerak utama peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sekaligus menopang ketahanan pangan dan ekonomi nasional serta ekonomi masyarakat desa.
Kopdes Merah Putih memang disiapkan sebagai koperasi multi-layanan dengan beragam unit usaha. Contoh konkrit operasinal Kopdes Merah Putih seperti: outlet (toko) sembako, apotek desa (obat murah), klinik desa, simpan pinjam, fasilitas cold storage, layanan logistik (truk distribusi), serta kantor administrasi koperasi. Model terintegrasi Kopdes Merah Putih memiliki berbagai manfaat potensial bagi masyarakat desa, antara lain akses mudah terhadap kebutuhan pokok, layanan kesehatan, layanan keuangan, serta konektivitas pasar. Unit-unit usaha dalam koperasi pun dapat saling bersinergi. Unit sembako Kopdes Merah Putih dapat memperoleh pasokan melalui jaringan distribusi internal koperasi, sedangkan unit simpan pinjam bisa menyediakan modal bagi unit usaha lain atau anggota koperasi.

Berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025, Program 80.000 Kopdes Merah Putih merupakn desain dalam skala besar maka perencanaan yang matang serta pelaksanaan yang efektif menjadi faktor penting keberhasilan program ini. Pembentukan Kopdes Merah Putih di tiap desa memerlukan pendekatan yang terkoordinasi dari tingkat pusat hingga desa (top-down). Keberhasilan sebuah koperasi juga sangat bergantung pada partisipasi aktif dari anggotanya di desa (masyarakat pedesaan). Kiranya pendekatan top-down yang terlalu kaku berisiko tidak mampu mengakomodasi perbedaan kebutuhan dan kondisi tiap desa serta potensi beragam di desa, maka strategi implementasi harus mengkolaborasi peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerintah desa.
Sebenarnya konsep koperasi multi-layanan telah diterapkan pada Koperasi Unit Desa (KUD) pada masa lalu, yang umumnya berfokus pada sektor pertanian atau perikanan di tingkat kecamatan. Waktu itu, KUD memainkan peran penting dalam meningkatkan perekonomian desa yang didukung oleh kebijakan pemerintah dalam pemberian kredit pertanian, distribusi input produksi, serta pemasaran hasil pertanian. Karena Krisis ekonomi melanda negara kita pada tahun 1998, meluluhlantakkan perekonomian kita baik secara nasional maupun di desa. Eksistensi KUD pun turun secara drastis sampai kini bahkan sampai berhenti beroperasi. Pengalaman tersebut menjadi pelajaran penting bagi pengembangan Kopdes Merah Putih, terutama pada aspek tata kelola, manajemen risiko, serta keberlanjutan usaha dan kesiapan manajemen (sumber daya manusia).

Kopdes Merah Putih Difusi Inovasi Penanggulan Pengangguran

Berdasarkan Badan Pusat statistik (2021) menguraikan bahwa pengangguran merupakan kelompok penduduk/masyarakat yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau mempersiapkan usaha baru. Teori pengangguran menurut para ahli, seperti Sukirno dan Minarni, berfokus pada pengertian, penyebab, dan dampaknya. Sukirno (2008) mendefinisikan pengangguran sebagai keadaan di mana seseorang dalam angkatan kerja ingin bekerja tetapi belum mendapatkannya. Teori Keynes (1936) menyatakan bahwa permintaan agregat yang rendah, bukan produksi, menjadi penyebab pengangguran

Kemajuan teknologi dan globalisasi juga dianggap sebagai faktor yang dapat meningkatkan pengangguran karena menggantikan tenaga manusia.

Penyebab terjadinya Pengangguran antara lain: Jumlah angkatan kerja lebih besar dari jumlah lapangan kerja, Perubahan struktur ekonomi, seperti dari agraris ke industry, Teknologi yang berkembang pesat, sehingga memicu penurunan kebutuhan tenaga kerja, Ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan pasar kerja, Kondisi ekonomi makro, seperti resesi atau inflasi. Pengangguran berdampak pada Menurunnya pendapatan dan kualitas hidup individu dan keluarga, Meningkatnya tingkat kriminalitas dan konflik social dan Beban bagi pemerintah karena perlu menyediakan bantuan kepada masyarakat yang menganggur.

Salah satu tujuan utama Pemerintah mencanangkan atau membentuk Kopdes Merah Putih adalah penciptaan lapangan kerja di desa dalam rangka menanggulangi tingkat pengangguran. Kemampuan koperasi mencetak lapangan pekerjaan sudah terbukti secara internasional. Misalnya Amerika Serikat, memiliki koperasi yang mampu menciptakan lebih dari 2 juta pekerjaan.

Di Indonesia hingga 2023, koperasi telah menyerap sekitar 669.164 tenaga kerja, 258.339 karyawan, dan 15.974 manajer/pengelola. Fakta ini menunjukkan bahwa koperasi memiliki pengaruh dan peran yang signifikan dalam menciptakan lapangan kerja untuk menanggulangi pengangguran secara nasional maupun di desa, terlebih jika jumlah koperasi diperbanyak dengan Program 80.000 Kopdes Merah Putih di seluruh desa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rancangan Kopdes Merah Putih memiliki beberapa unit usaha, Kopdes Merah Putih berpotensi menciptakan lapangan kerja tambahan di desa. Misalnya, gerai sembako memerlukan staf pengelola inventaris, penjualan, dan layanan pelanggan. Unit apotek dan klinik akan membutuhkan tenaga kesehatan seperti apoteker, perawat, dan staf administrasi. Unit simpan pinjam menciptakan pekerjaan bagi petugas keuangan, teller, serta administrasi.

Kemudian, operasional logistik akan memerlukan pengemudi, petugas gudang, serta petugas distribusi dan penjadwalan. Fasilitas cold storage juga akan menyerap tenaga kerja berupa operator kontrol suhu dan teknisi pemeliharaan. Kantor Kopdes Merah Putih juga membutuhkan tenaga kerja seperti bidang manajemen operasional dan administrasi umum.

Kondisi ini akan meyakinkan bahwa Kopdes Merah Putih merupakan difusi inovasi dalam menanggulangi tingkat pengangguran secara nasional maupun di desa.
Kopdes Merah Putih akan berpotensi menciptakan pekerjaan secara tidak langsung, seperti di sektor pemasok desa, teknisi pemeliharaan fasilitas, dan penyedia jasa transportasi untuk kegiatan logistik koperasi. Penduduk desa harus benar-benar bisa mengisi peran-peran tersebut sehingga pelatihan keterampilan menjadi aspek yang sangat penting.

Kopdes Merah Putih Inovasi Penanggulan Pengangguran di Kabupaten Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kabupaten Malaka merupakan sebuah Kabupaten bungsu (daerah otonomi baru) di Provinsi Nusa Tenggara Timur hasil pemekaran dari Kabupaten Belu NTT berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2013. Secara Geografis, Kabupaten Malaka merupakan beranda depan NKRI yang berbatasan darat langsung dengan Negara Republic Demokratic de Timor Leste dan batas laut dengan Negara Australia di bagian selatan Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Malaka pada tahun 2024 adalah 5,41%. Data ini dari hasil akumulasi 127 desa di Kabupaten Malaka dengan total 204.740 jiwa.

Dengan diluncurkannya Program pendirian Kopdes Merah Putih pada setiap desa di seluruh wilayah NKRI maka idelanya Kabupaten Malaka akan memiliki 127 Kopdes Merah Putih yang tersebar di 127 desa pada 12 Kecamatan. Kondisi ini diyakini akan menyerap banyak sekali tenaga kerja sehingga akan menekan tingkat pengangguran di Kabupaten Malaka.

Sebagai simulasi kondisi di Kabupaten Malaka, diuraikan beberapa kajian sebagai berikut:

1. Unit Usaha Gerai sembako memerlukan staf pengelola inventaris 3 orang, staf penjualan 3 orang, dan layanan pelanggan 3 orang maka untuk unit usaha ini sudah membutuhkan 9 orang.

2. Unit apotek dan klinik akan membutuhkan tenaga kesehatan seperti apoteker 1 orang, tenaga perawat 2 orang, dan staf administrasi 2 orang maka untuk unit usaha ini membutuhkan 5 orang.

3. Unit simpan pinjam memerlukan petugas keuangan 2 orang, teller 2 orang, serta tenaga administrasi 2 orang maka unit ini membutuhkan 6 orang
.
4. Unit usaha operasional logistik akan memerlukan pengemudi 1 orang, petugas gudang 3 orang, serta petugas distribusi dan penjadwalan 2 orang maka unit ini membutuhkan 6 orang.

5. Untuk unit Fasilitas cold storage juga akan menyerap tenaga kerja berupa operator kontrol suhu 2 orang dan teknisi pemeliharaan 2 orang maka unit ini membutuhkan 4 orang tenaga operasional.

6. Kantor Kopdes Merah Putih juga membutuhkan tenaga kerja seperti bidang manajemen operasional 3 orang dan administrasi umum 2 orang sehingga operasional kantor membutuhkan 4 orang staf.

7. Rangkuman kebutuhan tenaga operasional untuk 6 unit usaha Koprdes Merah Putih setiap desa adalah 34 orang setiap desa.
Berdasarkan simulasi di atas maka setiap desa di Kabupaten Malaka Kopdes Merah Putih sudah menyerap 34 orang tenaga kerja setiap desa maka secara keseluruhan dari 127 desa, Kopdes Merah Putih menyerap 4.318 orang tenaga kerja. Kondisi ini sangat signifikan untuk menanggulangi pengangguran di Kabupaten Malaka. Angka dalam simulasi ini merupakan angka estimasi kebutuhan, tentu kondisi ini akan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan operasional setiap unit di masing-masing desa.

Terdapat beberapa manfaat bagi masyarakat Kabupaten Malaka dari program ini antara lain:

Pertama, Kopdes Merah Putih akan bertindak sebagai badan usaha yang bergerak di berbagai bidang, seperti beberapa unit usaha yang telah diuraikan di atas dalam rangka menunjang program MBG dan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat desa di Kabupaten Malaka. Masyarakat desa di Kabupaten Malaka yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian (petani) diharapkan dapat menikmati manfaat, terutama dalam stabilitas harga akan komoditas hasil pertanian.

Kopdes Merah Putih juga diharapkan dapat meningkatkan Produksi dan distribusi produk-produk unggulan dari tiap desa di Kabupaten Malaka. Kedua, dengan pembentukan Kopdes Merah Putih pastinya memerlukan tenaga kerja, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di Kabupaten Malaka sehingga dapat memberikan benefit menekan angka pengangguran di kabupaten ini.

Beberapa point ini juga sejalan dengan target pembangunan Bupati dan Wakil Bupati Malaka SBS-HMS dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Malaka yang berkeadilan dan inklusif serta bermartabat sesuai dengan kajian Visi SBS-HMS “Membangun Kembali fondasi yang kokoh dan dinamis untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Malaka”.

Terbentuknya Kopdes Merah Putih di Kabupaten Malaka juga diharapkan juga agar masyarakat mendapatkan akses jasa keuangan dengan badan hukum yang jelas. Kopdes Merah Putih kiranya dapat menghindarkan masyarakat Malaka dari praktik rentenir, tengkulak, dan pinjaman online yang berisiko tinggi. Masyarakat Malaka juga akan lebih mudah mendapatkan modal usaha, sehingga kegiatan perekonomian di wilayah perdesaan Malaka semakin bergerak cepat.(**)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *